Minggu, 20 April 2014

pengolahn makanan dengan suhu tinggi dan pengeringan

A. PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI 1. pengertian Pada umumnya pengolahan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan, maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing. 2. Prinsip pengawetan dengan suhu tinggi Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan 2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan 3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan. Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi. a. Blansing Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit.Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 –5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit.Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas,. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu : membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng. melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran memperbaiki warna produk, a.l. memantapkan warna hijau sayur-sayuran. Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan. b. Pasteurisasi Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat. Tujuan pasteurisasi yaitu : 1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat 2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama.Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100 oC. Contohnya : • pasterurisasi susu umumnya dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit • pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit. Contoh Proses Pasteurisasi: Pasteurisasi pada sari buah dan sirup dapat dilakukan dengan cara “ hot water bath “. Pada cara “ hot water bath “, wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0 cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 oC ( 71 – 85 oC ), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah. c. Sterilisasi Perkataan steril mengandung pengertian : 1. Tidak ada kehidupan 2. Bebas dari bakteri patogen 3. Bebas dari organisme pembusuk 4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu : 1. Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan 2. Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati. Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak. Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas. Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng.Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf. Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus stearothermophillus. 3. Cara dan alat yang digunakan dalam pengolahan dengan suhu tinggi 1. Perebusan. Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara perebusan, memerlukan wadah yang akan di gunakan selama proses perebusan itu perlangsung. Alat yang sering di gunakan dalam hal ini yaitu sebagai berikut: tungku ataupun kompor, wajan, belanga.contoh bahan pangan yang di olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ; daging, ikan, pembuatan kueseperti onde – onde, dan lain – lain. 2. Penggorengan Alat yang biasanya di gunakan untuk menggoreng yaitu :tungku ataupun kompor, wajan,kuali besi, sendok, peniris minyak Loyang ataupun wadah lainnya tempat bahan pangan yang akan di goring.contoh bahan pangan yang biasanya di olah/ametkan dengan cara penggorengan seperti kripik pisang, kripik ubi, abon ikan, dan lain – lain. 3. Penyangraian Pada proses ini, alat yang sering di gunakan sama dengan pada proses pengolahan pangan dengan cara penggorengan, perbedaannya hanya pada bahan tambahan lainnya yang di pakai dalam mengolah suatu bahan pangan.contoh bahan pangan yang sering diolah/awetkan dengan cara penyangraian yaitu ; kopi, 4. Pengasapan Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun tempat pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pengasapan yaitu ; ikan, daging. 5. Pembakaran Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang sering di gunakan pada proses pengasapan. Contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pembakaran seperti daging, ikan, roti bakar, 6. Penjemuran di bawah sinar matahari Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya menggunakan alat berupa tapis, tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk ubi, ikan kering, buah kakao,dan lain – lain. 4. Pengaruh terhadap mutu gizi Keuntungan : a. perubahan flavor,warna,tekstur b. meningkatkan daya cerna c. perusakan mb dan toksin Kerugian : -penurunan nilai gizi B. PENGOLAHAN DENGAN PENGERINGAN 1. Pengertian Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui evaporasi dan sublimasi. Dengan pengeringan, diharapkan kandungan air dalam bahan pangan akan berkurang sehingga akan mengurangi resiko dari gangguan aktifitas mikroba. Karena bahan pangan dengan kandungan air (Aw) tinggi maka akan berisiko tinggi terhadap gangguan aktifitas mikroba. Aktifitas mikroba tersebut akan menyebabkan kerusakan bahan pangan seperti pembusukan dan penjamuran. 2. Prinsip pengolahan bahan pangan dengan cara pengeringan a. Pengeringan terdiri dari pindah panas dan difusi air (pindah massa) b. Perubahan cairan (atau padatan pada freeze drying) menjadi uap memerlukan panas laten produk Jika kita mengeringkan sesuatu bahan pangan, ada 2 masalah pokok yang teribat di dalamnya, yaitu : 1. Hantaran panas kepada bahan dan di dalam bahan yang dikeringkan, 2. Penguapan air dari dalam bahan Kedua hal di atas menentukan kecepatan pengeringan Proses pengolahan dengan pengeringan Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang. Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan tempratur yang signifikan antara dua permukaan. Perbedaan tempratur ini ditimbulkan oleh adanya aliran udara panas diatas permukaan benda yang akan dikeringkan yang mempunyai tempratur lebih dingin. Aliran udara panas merupakan fluida kerja bagi sistem pengeringan ini. Komponen aliran udara yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kecepatan, tempratur, tekanan dan kelembaban relatif. Proses pengeringan sebuah produk makanan membutuhkan waktu untuk mendapatkan produk kering yang diinginkan. Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu: • Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan • Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering 3. Jenis-jenis pengeringan a. Sun drying • Menggunakan sinar matahari • Terbatas pada iklim panas dan kelembaban rendah • Aplikasi: prune, anggur, kurma, aprikot, pir • Kadar air buah-buahan >15% • Umur simpan terbatas • Pengeringan lambat, tidak cocok untuk produk dengan mutu tinggi • Produk akhir sering terkontaminasi debu, kotoran, serangga b. Solar drying • Menggunakan energi matahari secara tidak langsung • Bisa hanya menggunakan energi matahari saja atau energi matahari merupakan energi tambahan • Pengeringan lebih cepat dibandinkan sun drying c. Kiln Drying • Menggunakan udara panas • Pemanas/pembakar gas pada bagian bawah • Udara panas dialirkan pada bagian atas tempat produk dikeringkan d. Cabinet Drying • Batch • Suhu dijaga konstan • Kelembaban menurun selama proses pengeringan • Terdiri dari ruang tertutup dengan alat pemanas, fan untuk menghembuskan udara, outlet udara, inlet udara • Biasa digunakan untuk uji coba produk sebelum scale up e. Tunnel Drying • Seperti cabinet drying tetapi bersifat kontinyu • Pengeringan dalam suatu tunnel dimana produk yang dikeringakn dilewatkan • Pengaringan bersifat cepat, seragam tanpa menyebabkan kerusakan bahan • Biasa digunakan untuk buah-buahan • Bahan dimasukkan ke dalam baki dalam kereta yang bergerak Jenis:  Cocurrent  Counter current  Multistage 4. Pengaruh terhadap mutu gizi Kelebihan dan kekurangan proses pengeringan Suatu bahan pangan dengan nilai kandungan air yang tinggi akan mudah rusak, seperti daging, ikan, dan susu. Oleh karena itu diperlukan teknologi untuk mengurangi kandungan air yang salah satunya dengan pengeringan. Jadi pengeringan akan membuat suatu bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih lama karena kandungan air dapat dikurangi sehingga akan mengurangi resiko dari aktifitas mikroba. Kini, kita telah mengenal daging dalam bentuk kering seperti sosis, susuk dalam bentuk bubuk yang semua itu kandungan airnya rendah dan memiliki umur simpan lebih lama. Disamping kelebihan pengeringan tersebut, terdapat sedikit kelemahan. Misalnya pada beberapa bahan pangan seperti buah yang apabila dikeringkan maka akan mengurangi nilai kesegarannya. Daftar pustaka:

Selasa, 08 Januari 2013


Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan dan Persalinan
Background : Reproductive health is focusing on the reproductive aspect of women which are considerable problems on sexuality and reproduction, such as ante-natal care, delivery process, postpartum treatment etc. Maternal mortality rate and infant mortality rate are some indicators of reproductive health, where in Indonesia those rate are still high rather than some neighboring countries. Previous research showed that socio-cultural and demographic factors influence the high maternal and infant mortality rate. The purpose of this study was to describe socio- cultural aspect towards ante-natal care, delivery process and post –partum treatment among Javanese.
Method: The design study was observational with cross sectional approach. The research took place in Jepara Region, Central Java. The population study was women in reproductive age and total number of the sample was 60 women. Data were collected through questionnaire using in – depth interview guide. Socio- cultural factors data were gathered through in-depth interview with health providers, such as doctors, midwives as well as religious people and community leader.
Results: This study found that the majority of the respondents (96.7%) did antenatal care, assisted by doctors or midwifes, accompanied by their husband (76.6%), done every month (48.3%). Midwife is health provider who was mostly chosen by respondents furthermore by traditional birth attendance (18,4%). The accompanying reasons were the distance between the home and the location, skill and the complete of the apparatus. Most of the respondent (93%) accompanied by their husband during birth process. During post- partum period, they took traditional medicine and also massage. This study found that there is no special food has been consumed during antenatal and post-partum period. Ritual activities have done such as mitoni (munari), krayanan (brokohan), resikan (walikan) and kekahan (aqiqah) since pregnancy until post-partum period. (Keywords : Antenatal care, Reproductive health, Postpartum.)
PENDAHULUAN
Konsep Kesehatan Reproduksi yang diperkenalkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo, Mesir, tahun 1994 yang menekankan kondisi kesehatan yang lengkap tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, akan tetapi meliputi aspek mental dan sosial, yang berkorelasi dengan bekerjanya fungsi sistem serta proses reproduksi.
Bertolak dari konsep kesehatan reproduksi tersebut, sasaran program kesehatan reproduksi difokuskan pada wanita sepanjang masa reproduksinya atau wanita usia subur, yaitu sejak wanita tersebut mendapatkan menstruasi pertama sampai dengan masa menopause (antara 15 tahun hingga 49 tahun), baik menikah maupun tidak menikah. Program-program kesehatan reproduksi meliputi pendidikan kehidupan keluarga, pencegahan kehamilan remaja, pencegahan penyakit menular seksual, perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan nifas, pertolongan bayi baru lahir, dan keluarga berencana yang meliputi pemakaian alat kontrasepsi, peningkatan kemandirian ber KB dan kegiatan-kegiatan yang mendukung Program Pembangunan Keluarga Sejahtera (BKKBN, 1998)
Beberapa kendala masih ditemui di dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi antara lain adanya realita tentang kurangnya kesatuan pengertian tentang kesehatan reproduksi, kurang tersedianya infra strukkur di setiap kabupaten/ kota, adanya variasi geografis, aspek sosial budaya serta tingkat sosio ekonomi yang relatif terbatas (BKKBN, 1998).
Salah satu indikator kurang berhasilnya pro- gram kesehatan reproduksi, ialah relatif masih tingginya angka kematian ibu melahirkan (AKI). Angka kematian bayi baru lahir (IMR) menurut perkiraan SDKI tahun 1997 yaitu 25 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2001) Angka kematian ibu (AKI) menurut SKRT tahun 1986 adalah 450/ 100.000 kelahiran hidup mengalami penurunan yang lambat menjadi 373/ 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995 dan turun lagi menjadi 51/ 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2001. Angka ini 3 – 6 kali lebih besar dari negara- negara di ASEAN dan 50 kali lebih besar angka di negara maju. Indonesia menetapkan target penurunan AKI dari 115/ 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 75/ 100.000 pada tahun 2015 dan penurunan angka kematian bayi (AKB) menjadi 35/ 1000 kelahiran hidup di tahun 2015. (Depkes RI, 2002)
Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah menetapkan target pada tahun 2010 yaitu: 1).menurunkan angka kematian ibu menjadi 125/100.000 kelahiran hidup, 2). menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1000 kelahiran hidup serta target proses dan output diantaranya adalah meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan trampil menjadi 85% (Depkes RI, 2004). Untuk mencapai tar- get tersebut, strategi yang diterapkan yaitu Making Pregnancy Safer (MPS) yang mempunyai visi : semua perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat (Depkes RI, 2004).
Empat pilar strategi utama MPS yang konsisten dengan Indonesia Sehat 2010 yaitu :
1). meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost effective dan berdasarkan bukti-bukti yang didukung dengan 2). membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektoral dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS, 3). mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 4). mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001)
Tingginya angka kematian maternal yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan dipengaruhi oleh faktor- faktor di dalam dan di luar kesehatan / medis. Pelayanan obstetri yang tepat guna dan memadai bila tersedia belum menjamin pemanfaatannya oleh masyarakat karena adanya hambatan jarak , biaya dan budaya. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pengenalan tanda bahaya dan pencarian pertolongan profesional seringkali belum memadai. Di banyak negara berkembang masih ditemukan hambatan akses yaitu berupa ketidakberdayaan wanita dalam pengambilan keputusan sementara peran suami, ibu atau mertua sangat dominan dan banyak faktor lain yang menyebabkan keterlambatan dalam rujukan.
Secara umum dikenal tiga jenis terlambat yaitu :1).terlambat dalam mengambil keputusan merujuk yang merupakan langkah pertama untuk menyelamatkan ibu yang mengalami komplikasi obstetri, 2). terlambat dalam mencapai fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh jarak, ketersediaan dan efisiensi sarana trasnportasi serta biayanya, 3). terlambat dalam memperoleh pertolongan di fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor : jumlah dan ketrampilan tenaga kesehatan, ketersediaan peralatan, obat, transfusi darah dan bahan habis pakai serta manajemen dan kondisi fasilitas pelayanan (Depkes RI, 1999).
Proses reproduksi berawal dari sebelum terjadi konsepsi, sebelum terjadi pembuahan oleh sperma terhadap sel telur, kemudian terjadi konsepsi, hamil, lahir, bayi, remaja, usia produktif dan usia lanjut. Dengan demikian kesehatan reproduksi dimulai sejak masa remaja hingga usia lanjut (Muhammad, 1996). Untuk menjamin terjadinya kesehatan reproduksi yang optimal perlu pelayanan kesehatan reproduksi yang berkesinambungan, sejak remaja hingga usia lanjut.
Kesehatan reproduksi kaum remaja ditekankan pada kegiatan pendidikan kehidupan keluarga, pencegahan kehamilan remaja dan pencegahan penyakit menular. Sedang pada masa perkawinan dalam kondisi produktif kesehatan reproduksi yang perlu diupayakan meliputi perwatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan bayi baru lahir, perawatan nifas dan praktek keluarga berencana, dan upaya-upaya ini sering disebut sebagai safe-motherhood. Pada masa usia lanjut, kesehatan reproduksi berkaitan dengan upaya skrining keganasan tumor dan menopause (Muhammad, 1996).
Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal ini adat istiadat saat ini memang tidak kondusif untuk help seeking behavior dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia (Muhammad, 1996). Hal ini dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan kesehatan reproduksi lainnya.
Tingginya angka kematian bayi dan ibu bersalin serta faktor penyebabnya baik dari segi kesehatan/ medis maupun diluar kesehatan mendorong penulis untuk meneliti bagaimanakah praktek perawatan kehamilan, persalinan dan nifas serta deskripsi sosial budayanya. Karena luasnya bidang kajian kesehatan reproduksi maka dalam tulisan ini dibatasi pada masa kehamilan yaitu perawatan kehamilan, kelahiran (persalinan) bayi dan masa nifas (perawatan nifas).


tulisan ini juga dapat dibaca pada blog saya yang lain (klik).


Selasa, 01 Januari 2013

Tugas laporan tahunan




KHARISMA AYU PRATIWI 1.C.xls



IKAN
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak (jv, bjn), jukut (vkt).
Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inci). Ada beberapa hewan air yang sering dianggap sebagai "ikan", seperti ikan paus, ikan cumi dan ikan duyung, yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.
Ikan dapat diolah menjadi berbagai produk seperti ikan kering, dendeng ikan, abon ikan, kerupuk ikan, ikan asin, kemplang, bakso ikan dan tepung darah ikan sebagai pupuk tanaman dan pakan ikan.

Klasifikasi ikan :

Ikan adalah kelompok parafiletik yang berarti, setiap kelas yang memuat semua ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Atas dasar ini, pengelompokan seperti Kelas Pisces, seperti pada masa lalu, tidak layak digunakan lagi.
Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut sebagai ikan:

Ekologi ikan

Ikan dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan air hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan air. Namun, danau yang terlalu asin seperti Great Salt Lake tidak bisa menghidupi ikan. Ada beberapa spesies ikan dibudidayakan dan dipelihara untuk hiasan dalam akuarium, kita kenal sebagai ikan hias.
Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan krustasea kadang dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber makanan. Menangkap ikan untuk keperluan makan dalam jumlah kecil atau olah raga pancing sering disebut sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan seluruh dunia setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta ton pertahun.
Overfishing adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan penangkapan ikan secara berlebihan. Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan. Pada tanggal 15 Mei 2003, jurnal Nature melaporkan bahwa semua spesies ikan laut yang berukuran besar telah ditangkap berlebihan secara sistematis hingga jumlahnya kurang dari 10% jumlah yang ada pada tahun 1950. Penulis artikel pada jurnal tersebut menyarankan pengurangan penangkapan ikan secara drastis dan reservasi habitat laut di seluruh dunia.

Kandungan Gizi Ikan :

Kandungan Ikan kaya akan manfaat karena merupakan sumber protein bagi tubuh. Selain itu ternyata ikan juga mengandung berbagai zat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan zat gizi yang terdapat pada ikan segar dan manfaatnya antara lain :
Kandungan ikan kaya akan manfaat akan lebih optimal jika dalam bentuk daging ikan segar sehingga kandungan gizi dalam ikan tetap untuk mendapatkan kandungan ikan yang kaya akan manfaat.

                                                      TENGGIRI
Ikan Tenggiri adalah nama umum bagi sekelompok ikan yang tergolong ke dalam marga Scomberomorus, suku Scombridae. Ikan ini merupakan kerabat dekat tuna, tongkol, madidihang, makerel dan kembung. Tenggiri banyak disukai orang, diperdagangkan dalam bentuk segar, ikan kering, atau diolah menjadi kerupuk, siomay, dan lain-lain.
Ikan tenggiri bertubuh memanjang, memipih lumayan kuat pada sisi-sisinya, telanjang tidak bersisik kecuali pada gurat sisinya (bidang corselet tidak jelas). Moncong meruncing, dengan mulut lebar dan gigi-gigi yang tajam dan kuat di rahang atas dan bawah.
                                                      CUMI-CUMI
Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di laut. Nama itu Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti "kaki kepala", hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala. Seperti semua cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan.
Cumi-cumi adalah salah satu hewan dalam golongan invertebrata (tidak bertulang belakang).
Salah satu jenis cumi-cumi laut dalam, Heteroteuthis, adalah yang memiliki kemampuan memancarkan cahaya. Organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak pada ujung suatu juluran panjang yang menonjol di depan Hal ini dikarenakan peristiwa luminasi yang terjadi pada cumi-cumi jenis ini. Heteroteuthis menyemprotkan sejumlah besar cairan bercahaya apabila dirinya merasa terganggu, proses ini sama seperti pada halnya cumi-cumi biasa yang menyemprotkan tinta.

                                                            IKAN NILA
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika, tepatnya Afrika bagian timur, pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia.
Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cmdan kadang ada yang lebih dan ada yang kurang dari itu. Sirip punggung ( pinnae dorsalis) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (pinnae analis) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.
Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak.ada garis linea literalis pada bagian truncus fungsinya adalah untuk alat keseimbangan ikan pada saat berenang
Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaan antara jantan dan betina. Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, di samping lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya besar.
UDAN            G
Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood). Dalam bahasa Banjar disebut hundang. Banyak crustaceae yang dikenal dengan nama "udang". Misalnya mantis shrimp dan mysid shrimp, keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi berasal dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae. Triops longicaudatus dan Triops cancriformis juga merupakan hewan populer di air tawar, dan sering disebut udang, walaupun mereka berasal dari Notostraca, kelompok yang tidak berhubungan.


                                                            IKAN MAS
Ikan mas atau Ikan karper (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia.
Di Indonesia, ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun 1920-an. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Selain itu Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Sampai saat ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya.
Di Indonesia sendiri, ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya.
.
                                                            KEPITING
Kepiting terdapat di semua samudra dunia. Ada pula kepiting air tawar dan darat, khususnya di wilayah-wilayah tropis. Rajungan adalah kepiting yang hidup di perairan laut dan jarang naik ke pantai, sedangkan yuyu adalah ketam penghuni perairan tawar (sungai dan danau).
Kepiting beraneka ragam ukurannya, dari ketam kacang, yang lebarnya hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m .
                                                            SARDEN
Sarden merupakan ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili Clupeidae. Ikan ini mampu bertahan hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter. Ikan ini cocok digunakan sebagai makanan dihidangkan dengan saus cabe atau saus tomat. Sarden adalah ikan yang memiliki nilai komersial sedang.